Minggu, 10 Februari 2013

Resensi Novel "Hafalan Shalat Delisha"



1. Latar Belakang Novel :
1.1  Judul Novel                        : Hafalan Shalat Delisa
1.2  Penulis                                : Tere Liye
1.3  Penerbit                               : Republika
1.4  Tahun Terbit                       : 2005
1.5  Tebal Novel                        : 248 Halaman
1.6  Tema                                  : Ketegaran seorang anak dibalik perjuangan
1.7 Jenis Novel                          : Kisah Nyata (Non-Fiksi)
    2. Sinopsis
            Novel ini menceritakan tentang seorang gadis kecil yang bernama Delisa. Ia begitu lugu, dan kritis suka bertanya. Delisa  baru berusia 6 tahun, anak bungsu dari Ummi Salamah dan Abi Usman. Di sekolahnya Delisa mendapat tugas untuk menghafal bacaan-bacaan sholat, untuk selanjutnya akan di setor ke ibu guru Nur pada hari minggu 26 Desember 2004. Delisa ingin sekali bacaan sholatnya sempurna, dan tidak lupa-lupa. Selain Delisa ingin hafal, Ia juga ingin mendapatkan hadiah dari Ummi dan Abinya. Ummi  telah menyiapkan hadiah kalung emas 2 gram berliontin D untuk Delisa, dan Abinya akan membelikan sepeda untuk hafalan sholatnya jika Delisa lulus.
 Ketika waktunya tiba, Delisa menyetor  bacaan  sholatnya kepada ibu guru Nur, ketika itupun bumi  terguncang, tanah merekah, gempa bumi 8,9 SR. Air laut teraduk, Tsunami menyusul menyapu daratan. Namun Delisa ingin khusu’,  ia terus melafadzkan hafalan sholatnya. Air itu telah menghanyutkan semua yang ada, menghempaskan Delisa. Shalat Delisa belum sempurna. Delisa kehilangan Ummi dan kakak-kakaknya yang terseret ombak besar saat kejadian itu.
Delisa masih bernafas, didalam pingsannya Delisa melihat Ummi, kak Fatimah, kak Zahra dan kak Aisyah yang pergi entah kemana. Enam hari Delisa tergolek antara sadar dan tidaknya. Ketika tubuhnya ditemukan oleh prajurit Smith, pancaran cahaya Delisa telah mampu memberikan hidayah pada Smith untuk bermu’alaf, yang kemudian ia menjadi mu’alaf dan berganti nama menjadi prajurit Salam. Dalam perawatannya, beberapa waktu lamanya Delisa tidak sadarkan diri, keadaannya tidak kunjung membaik juga tidak sebaliknya. Sampai ketika seorang ibu yang di rawat sebelahnya melakukan sholat tahajud, pada bacaan sholat dimana hari itu hafalan shalat delisa terputus, kesadaran dan kesehatan Delisa terbangun. Kaki Delisa harus diamputasi. Delisa menerima tanpa mengeluh. Luka jahitan dan lebam disekujur tubuhnya tidak membuatnya berputus asa. Bahkan kondisi ini telah membawa ke pertemuan dengan Abinya. Pertemuan yang sangat mengharukan.
Delisa ingin menghafal bacaan sholatnya. Namun susah, tampak lebih rumit dari sebelumnya. Lupa dan benar-benar lupa, tidak bisa mengingatnya. Lupa juga akan kalung berliontin D untuk delisa, lupa akan sepeda yang di janjikan abi. Delisa hanya ingin menghafal bacaan sholatnya. “Orang-orang yang kesulitan melakukan kebaikan itu, mungkin karena hatinya Delisa… Hatinya tidak ikhlas! Hatinya jauh dari ketulusan, bukan karena Allah, tapi karena sebatang coklat, sebuah kalung berliontin D untuk Delisa, dan untuk sepeda” ucap guru ngaji Delisa. Dan malam itu Delisa bermimpi bertemu dengan Umminya, yang menunjukkan kalung itu dan permintaan untuk menyelesaikan tugas menghafal bacaan sholatnya. Kekuatan itu telah membawa Delisa pada kemudahan menghafalnya. Delisa mampu melakukan Sholat Asharnya dengan sempurna untuk pertama kalinya, tanpa ada yang terlupa dan terbalik. Hafalan sholat Delisa karena Allah. Dan hadiah itu datang pada Delisa, Delisa menemukan kalung D untuk Delisa dalam genggaman jasad Umminya. Sesudah 3 bulan lebih. Delisa tetap teringat dengan orang-orang terdekatnya.
Kakak- kakak Delisa, Ummi Delisa, Ummi Tiur sahabat Delisa, Ibu Guru Nur. Walaupun dengan kesendirian itu, ia berhasil mendapatkan hafalan shalatnya dan mengetahui arti sebuah keikhlasan.  
    3. Nilai Novel :
3.1 Kelebihan :
a. Novel ini bisa membuat para pembaca seolah ikut peran dalam ceritanya.
b. Kisah hidup Delisa, mampu membuat pembaca meneteskan airmatanya.
c. Penulis menggunakan bahasa yang sederhana namun mampu menyentuh hati pembaca.
d. Isi ceritanya penuh dengan perenungan bagi siapa saja yang membaca
e. Isi cerita dibalut dalam suasana tegang, haru, namun tetap bermakna dan dapat berguna bagi orang lain.
3.2 Kekurangan :
a. Terlalu tinggi menggambarkan sifat seorang anak yang baru berusia 6 tahun.
b. Kata-kata penulis yang kadang membuat pembaca berimajinasi lain dalam menafsirkan kata-kata kiasan penulis.
Novel ini layak untuk di baca oleh berbagai kalangan, baik dari kalangan anak-anak maupun dewasa. Karena didalam novel ini terdapat banyak pelajaran maupun motivasi yang dapat diambil oleh para pembaca.
 
by : Gita Astriani